Diet Instagram


Saya baru sadar akhir-akhir ini kalau Instagram adalah salah satu sumber terbesar dari stress saya.  Siapa sih yang bisa menebak bahwa sosial media ini ternyata racun buat saya?
Ya, nggak sepenuhnya juga sih sebetulnya.
Bagi saya, kata yang tepat untuk menggambarkan Instagram adalah: guilty pleasure.






Saya nggak membenci platform sosial media tersebut, kok.  Buktinya, saya meletakkan profil instagram saya di widget blog (bisa dilihat kalau buka via pc).

Sudah sekitar satu setengah minggu saya memutuskan uninstall Instagram dari handphone.
Dan saya harus akui, saya merasa lebih baik.
Well, tidak sepenuhnya memang.
Tapi rasanya saya tidak memiliki beban.

Kalau anda pergi ke profil saya, anda akan tahu alasan saya vakum dari Instagram.
Ada game berjudul BEATEVO YG, modelannya macam guitar hero, hanya saja tentu lagu-lagunya adalah lagu dari penyanyi-penyanyi naungan YG Entertainment.

Ketika memainkan game tersebut, saya merasa senang.  Terhibur.  Semangat.  Sejak dulu game adalah pelarian saya, bentuk refreshing.  Maka dari itu, saya memutuskan untuk mengutamakan aplikasi ini daripada aplikasi lain.

Butuh space yang besar, jadi pada saat itu saya harus merelakan beberapa aplikasi untuk di-uninstall supaya game ini bisa berjalan.  Akhirnya, dari beberapa aplikasi yang saya hapus, saya pilih Instagram.

Sebetulnya sudah (mungkin sekitar) sebulan lalu saya merasa ada degrading soal kualitas hidup saya.  Bukan dari benda materi yang saya punya atau apa yang saya makan.

Selama ini saya menjalankan pola hidup yang sehat (menurut saya sendiri).  Tiap pagi bangun lebih awal untuk saat teduh, olahraga, dan sarapan.  Makan tidak melulu karbohidrat dan daging, diimbangi sayur dan buah segar juga sebagai cemilan.

Lalu kenapa saya merasa sering mood swing akhir-akhir ini?

Saya baru sadar bahwa aplikasi dengan lambang kamera berwarna gradasi pink-ungu-oranye itu adalah salah satu sumber ketidakbahagiaan saya.

Sadarkan kalian?

Di aplikasi itu, semua orang berlomba-lomba menunjukkan kebahagiaan mereka.  Apa yang mereka banggakan, apa yang membuat hidupnya seru, apa yang membuat mereka bahagia.

Itu bukan hal yang buruk.  Berbagi kebahagiaaan itu sah-sah saja.

Selama ini saya selalu berusaha agar tidak terlalu kecanduan dalam bermain sosial media.  Tapi gimana?  Tiap kali ada waktu luang, buka IG.  Bosen dikit, buka IG.

Akhirnya saya terbiasa lihat instagram story tiap orang, beserta postingan-postingan foto mereka.

Saya melihat banyak cerita.  Ada yang sedang liburan, ada yang sedang bermain di tempat-tempat hits, ada yang having fun dengan teman-temannya, ada yang mengambil foto produk yang baru saja ia beli, ada yang membagikan prestasi yang sudah mereka raih.  Semuanya tersenyum, bangga dengan diri sendiri.  Semuanya sumringah, ingin semua orang melihat hanya hal-hal baik dalam kehidupan mereka.

Saya turut senang mereka memiliki kehidupan dan keseharian yang menarik.  Tapi pada saat yang sama, saya sedih.  Karena mau tidak mau, saya akhirnya jadi membandingkan kehidupan saya dengan mereka yang saya lihat di Instagram.

Saya jadi berpikir, apakah semua orang semakmur ini?  Apa semua memang memiliki banyak teman?  Memiliki cukup uang untuk membeli apa yang mereka mau dan pergi ke mana mereka mau?  Lalu dibandingkan mereka, apakah aku?

Hal tersebut membuat saya kosong.  Serius, rasanya benar-benar kosong.  Seperti ada lobang di dalam hati.  Ada suatu ketidakpuasan.

Lalu saya sadar.  Selama ini ketika aktif dalam IG, semua orang selalu memiliki kesamaan yang sama.  Yaitu beban moral untuk mengunggah hal-hal menyenangkan dalam keseharian mereka.

Instagram adalah platform umum di mana semua orang bisa melihat apa yang diunggah.  Ibaratnya, itu adalah diary yang umum.  Dan tentu, semua orang ingin meninggalkan kesan yang baik.  Maka dari itu, hanya hal-hal indah yang selalu terpampang dalam konten mereka.

Ada yang membuat profilnya aesthetic-looking, ada yang mengunggah selfie yang menurut mereka paling bagus, ada yang membagikan talenta mereka, ada yang sesederhana membagikan foto-foto kebersamaan dengan keluarga maupun teman.

Betapa sempurnanya mereka, pikir saya.
Ada rasa iri yang timbul dalam diri saya, dan itu fakta yang tidak bisa saya tepis.


There’s a hole in my heart
Nothing can fill it up, yeah
I’m sinking right now
Inside a square ocean

Saya kehilangan makna sebenarnya dari sebuah kebahagiaan ketika saya membandingkan apa yang saya punya dengan orang lain.

Ada teman saya yang pergi ke luar negeri untuk kuliah.  Kok dia sudah bisa sejauh itu?  Kenapa saya tidak seperti dia?
Ada kerabat yang baru saja memenangkan sebuah kompetisi.  Ternyata dia punya bakat seperti itu?  Kenapa aku tidak bisa seperti dia?  Harusnya aku bisa.
Ada yang pergi ke tempat wisata dan menunjukkan indahnya pemandangan di belakang figurnya.  Aku juga tahu tempat yang bagus seperti itu, harusnya aku upload dari dulu!

Lonely lonely so lonely
Are things always this hard?
No way no way, in this feed
People are living in a different world from me

Akan ada keluhan dan penyesalan yang muncul kala saya melihat apa yang orang lain unggah.
Akhirnya, saya tidak pernah puas.  Pantas saja saya merasa ada yang kurang, saya iri dengan mereka.

Ya, kalian semua yang sedang membaca ini pasti memiliki pemikiran 'Halah, baperan kamu.' 'Masalah gini aja sampai segitunya.'

Iya, silahkan bilang saja kalau saya baperan.  Sekarang begini ya, tiap orang dilahirkan berbeda-beda.  Beda pemikiran, peda perasaan, peda kepekaan hati, beda mental.  Tolong dipahami.  Ini cerita saya.

Untuk beberapa waktu, karena adanya 'beban moral' yang ditanggung dari bermain IG, saya merasa tidak bisa menikmati hidup.  Semua-semua harus diunggah, setidaknya di story.  Saya tidak bisa memaknai tiap perbuatan yang saya jalani.

Terserah mau bilang saya alay atau bagaimana, tapi masalah ini benar-benar membuat saya stress.  Like, literally, stressed.

Mungkin ada beberapa orang yang bisa relate dengan cerita saya. 

Foto-foto yang selama ini saya unggah beserta caption di dalamnya, tidak sepenuhnya menggambarkan diri saya.  Semua itu terbentuk atas beban moral yang saya jelaskan tadi.

Tidak ada yang tahu motivasi asli dari seseorang di Instagram.

Dalam kasus saya, Instagram adalah topeng.  Ya, mungkin ada beberapa hal yang saya ungguah berdasarkan rasa syukur saya karena hidup terkadang indah.  Ada juga beberapa hal yang saya unggah hanya sekedar untuk menghibur diri sendiri dan meraih perhatian dari orang lain.
.

I’m useless
Posting these pictures
But no one knows
My hidden feelings behind them
I’m wandering again
Inside Instagram

Tidak ada yang tahu hati dan perasaan saya ketika saya memutuskan untuk mempublikasikan foto-foto tersebut.  Feed saya mungkin terlihat ceria dan bersinar, tapi bisa saja saya sebetulnya menangis.  Bagi kalian yang mungkin merasakan hal yang sama dengan saya, saya ingin memberikan satu saran.

Lakukanlah seperti saya.  Hapus aplikasi itu, istirahatlah sejenak.  Berhenti memandingkan dirimu dengan orang lain.  Instal aplikasi yang bisa membawa kebahagiaan bagimu.  Mungkin aplikasi game, buku, atau apapun itu; kamu sendiri yang menentukan.

Satu minggu ini saya merasa lebih baik.  Walau kadang saya masih ingat beberapa postingan teman saya yang sukses membakar api iri hati, tapi setidaknya saya tidak harus berkutat dan melihat hal-hal baru seperti itu.  Makin hari, akan ada makin banyak.  Yang harus saya lakukan adalah berhenti melihat.

Saya tidak usah menunggahnya.  Ketika ada kenangan yang ingin saya simpan, saya bisa mengambil foto dan menyimpannya di dalam folder pribadi.  Dengan menunggahnya, maka saya akan membangkitkan beban moral itu lagi.  Jadi lebih baik, saya menjalani hari dengan sungguh-sungguh, memaknai tiap hal tanpa keberadaan sosial media tersebut.

I have to do what doesn't hurt me to live an enjoyable life.

Goodnight.

Tururutu tururutu
Tururutu tururutu
All night
Just wasting time like this
Inside your Instagram



All quotes taken from the lyrics of 'Instagram' by DEAN.
Official music video below:
https://www.youtube.com/watch?v=wKyMIrBClYw&vl=en
 

Komentar

Popular Posts