[Book Review] Hari Tiada Babi Yang Mati, Kisah Hidup Mengharukan Seorang Bocah Peternak
aquicknap.blogspot.com
Judul : A
Day No Pigs Would Die (Hari Tiada Babi Yang Mati)
Penulis :
Robert Newton Peck
Tahun :
1974
Penerbit :
Dell Publishing CO., INC.
Halaman : 139
Membaca buku dengan latar waktu di zaman dahulu selalu
menjadi favorit saya. Namun, membaca
buku yang secara harafiah ‘jadul’ dan dalam bahasa Inggris, menjadi tantangan
yang harus saya hadapi kali ini.
Buku ini saya temukan di lemari tua yang berada di rumah
kakek saya. Dari garis bawah dan catatan
kaki yang ada di halaman-halaman awal, saya langsung tahu kalau buku ini milik
tante saya. Judul yang unik membuat saya
tertarik untuk menjelajah dunia yang berada dalam buku ini.
A day no pigs would
die. Pikiran saya langsung
bertanya-tanya, apakah tokoh dalam buku ini seorang pecinta babi? Apakah ia berusaha mengubah agar orang-orang
berhenti mengonsumsi daging babi? Satu
hal yang sudah jelas dari sampulnya, novel ini akan berpusat pada tema
peternakan.
Robert Peck berhasil memancing rasa penasaran dengan cara yang unik. Apabila biasanya pembuka untuk novel selalu diakhiri dengan cliff hanger supaya pembaca mau membuka halaman berikutnya, Peck justru menyodorkan adegan paling random dari apapun yang bisa saya bayangkan: seorang anak kecil yang membantu proses kelahiran sapi seorang diri.
Novel ini berkisah tentang Robert Peck, seorang anak
laki-laki berusia 12 tahun yang tumbuh di peternakan keluarganya di Vermont,
Amerika. Robert sehari-hari disibukkan
dengan sekolah dan kegiatan membantu ayahnya di peternakan, seperti mengambil
telur; memandikan kuda dan sapi; memeras susu sapi; membersihkan kandang, dll. Ayahnya, Haven Peck, bekerja sebagai tukang
jagal babi. Ya, nama tokohnya sama
dengan nama pengarang, karena buku ini buku semi-otobiografi.
Robert banyak membantu di peternakan semasa libur sekolah. Tidak hanya peternakan keluarga sendiri, ia
juga dengan senang hati membantu di peternakan para tetangganya. Karena telah menolong, tetangganya memberi
Robert hadiah berupa piglet alias
anak babi. Anak babi betina ini ia rawat
dengan penuh sayang dan diberi nama Pinky.
Secara singkat, buku ini bisa memberi gambaran yang nyata
mengenai hidup dan mengurus binatang di peternakan. Gambaran ini lebih nyata dan logis
dibandingkan dengan tayangan televisi atau gambaran yang ada di film. Buku ini ditulis lumayan detil, terutama
mengenai bagaimana hewan-hewan dirawat, apa yang harus dilakukan agar
hewan-hewan tersebut menghasilkan uang, dan sebagainya.
Sebelum membaca ini, saya selalu memiliki mimpi untuk
tinggal di Selandia Baru dan menghabiskan waktu menjadi peternak hewan. Namun setelah membaca novel ini, saya tahu
bahwa pekerjaan ini tidak semudah dan seindah kelihatannya. Selama membaca, saya jadi merasakan simpati
pada para peternak di tahun itu. Mereka
termasuk golongan miskin dalam masyarakat, mereka menjuluki diri sendiri
sebagai The Plain (orang kurang mampu).
Kalau dipikir-pikir, hebat juga ya?
Dulu peternak itu pekerjaan orang kurang mampu. Sekarang peternak itu kaya, justru punya
mobil dan rumah bagus at least kalau
di luar negeri sih begitu. Kurang tahu
lagi kalau di Indonesia.
Di buku ini, agama yang dianut oleh keluarga Peck adalah
salah satu denominasi Kristen, mereka menyebut diri mereka The Shakers,
menyebut kitabnya The Holy Book of Shakers.
Mereka anti orang yang beraliran Baptist, namun membuat pengecualian
kepada tetangga mereka yang baik hati pun mereka beraliran Baptist.
Kemiskinan terlihat jelas dari kehidupan para karakternya,
terutama dalam latar belakang pendidikan mereka. Kedua orang tua Robert tidak pernah
bersekolah dan buta huruf, tapi setidaknya mereka masih tahu kalau nilai A di
rapor Robert lebih baik dibandingkan nilai C.
Karena topik besarnya peternakan, tentu saja ada banyak
cerita mengenai hewan. Yang harus
diperhatikan oleh pembaca adalah betapa eksplisit Robert menceritakan mengenai
hewan-hewan ini. Ada adegan sapi
melahirkan; anjing yang dengan sengaja dijebak dalam tong besar bersama dengan
rubah (tujuannya supaya rubah tersebut dibunuh); tupai yang ditembak dan
dikuliti, proses penjagalan babi, dan dua babi yang dipaksa kawin. Percayalah, semua adegan ini dijelaskan
dengan rinci; mengenai darah, anggota tubuh, suara yang dikeluarkan oleh
hewan-hewan itu, dan lain-lain. Di laman
wikipedia, buku ini ternyata mendapat peringatan karena adegan-adegan ini yang
terlewat eksplisit.
Berada dalam sudut pandang pertama sebagai Robert, kita
digiring dengan pandangan polosnya sepanjang cerita. Robert yang masih kecil melihat
perselingkuhan, megahnya pawai di kota, uniknya tulisan ‘pria’ dan ‘wanita’ di
pintu toilet, benda corong yang dipakai orang untuk mengeraskan suara, dan
pikiran-pikiran simpel lainnya. Tentu,
Robert yang polos hanya menguraikan kejadian yang dia lihat, namun pembaca bisa
langsung menyimpulkan apa yang sedang terjadi.
Highlight utama
dari buku ini adalah hubungan antara sang ayah, Haven Peck dan anaknya. Ada banyak percakapan mengenai kehidupan,
mengenai harapan ayah agar anaknya bisa menjadi lebih sukses dan makmur
dibandingkan dirinya. Singkatnya, novel
ini adalah perjalanan mengenai satu tahun terakhir Robert berinteraksi dengan
ayahnya. Perjalanan ini menceritakan
bagaimana Robert menjadi sahabat terbaik ayahnya, serta laki-laki yang kelak
akan menjadi kepala keluarga di usianya yang masih belia.
Buku ini sukses membuat saya menangis, terutama ketika
membaca adegan anjing bertarung dengan rubah.
Saya paling tidak tahan membayangkan hal tersebut dibandingkan adegan
eksplisit lainnya. Buku ini juga membuat
saya kagum karena saya baru bisa memahami arti dari judul buku justru di bab
terakhir buku ini.
Overall rating? I give 8.5 out of 10.
Salah satu kesusahannya adalah bahasa old English yang digunakan dalam novel ini. Ada begitu banyak kosa kata yang sangat
jarang dipakai saat ini, saya harus berulang kali cek kamus daring untuk tahu
artinya. Namun, setelah setengah jalan
membaca buku ini, saya mulai terbiasa dan otak otomatis ‘bodo amat’ kalau
menemukan kata tua yang bukan inti dari percakapan. Selama tidak memengaruhi konteks yang saya
baca, saya skip.
Komentar
Posting Komentar