[Book Review] Are You Afraid Of The Dark? Mempertaruhkan Nyawa untuk Cinta yang Telah Tiada


Judul                           : Are You Afraid Of The Dark? / Apakah Kau Takut Gelap?
Pengarang                   : Sidney Sheldon
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan                       : Cetakan ketujuh, Juni 2017
Halaman                      : 400

Sebagai seseorang yang gemar membaca, jujur saya masih sering menilai buku dari sampulnya.  Walaupun saya tahu bahwa karya Sidney Sheldon pasti berbobot, saya entah mengapa kurang sreg dengan sampul buiku ini.  Mungkin juga karena bentukannya lebih ramping dibandingkan novel-novel Sheldon lain yang saya miliki, saya sudah lebih dulu ‘merendahkan’ buku ini.

Buku ini adalah salah satu buku yang susah dibaca dan dituntaskan.  Bukan karena isinya, namun karena saya yang kurang berkomitmen ketika membacanya.  Saya masih ingat, selalu saja ketika membaca buku ini ada beragam kejadian yang menghambat untuk kembali lanjut membaca; entah itu bukunya tertinggal di rumah ketika harus kembali merantau; terselip di antara barang-barang saya yang lain sehingga eksistensinya terlupakan; ngantuk melanda setiap kali membaca sehingga selalu ditinggal tidur; dan hal-hal lainnya.




Beruntung, saya akhirnya bisa menghabiskan buku ini hanya dalam hitungan jam berkat sebuah ketidakberuntungan: mati lampu!  Waktu itu hari Minggu, saya lupa tanggal berapa (karena sudah terlalu lama #DiRumahAja) dan tiba-tiba listrik padam pukul 9.  Ketika ditunggu sampai pukul 12 dan listrik tidak kunjung menyala, saya berinisiatif meminjam smartphone Mami untuk cek Twitter, dan ternyata ada pemadaman bergilir sampai pukul 4 sore.  Seharian itu dihabiskan tanpa menyentuh benda elektronik karena laptop dan handphone orang serumah baterainya habis.  Karena bosan, akhirnya saya membaca buku ini.

Buku ini ceritanya bagus, namun ketika selesai membacanya, saya juga sadar bahwa buku ini adalah turning point bagi kehidupan membaca saya.  Mengapa?  Berikut alasannya:

            Untuk kali pertama, saya berhasil menebak siapa peran antagonis sesungguhnya.

            Perasaan saya campur aduk.  Setengah bangga dengan diri sendiri, namun setengah kecewa juga.  Saya senang karena sudah mengetahui pola penulisan Sidney Sheldon dan tahu bagaimana caranya menyembunyikan penjahat asli di sepanjang cerita, tapi saya juga sedih karena sudah bisa membaca pola tersebut dan kemungkinan bisa menebak kembali misteri di novel berikutnya.  Memang sih, kalau dipikir-pikir ada pola tertentu jika saya kembali mengingat-ingat buku-buku lain beliau.  Ah, entahlah.

            Namun harus diakui, buku ini ditulis dengan sangat terstruktur, well-written.  Beliau menulis dengan alur maju-mundur antara kenyataan dan selingan-selingan flashback, namun hal ini tidak membingungkan pembaca karena ketika membaca, pembaca langsung tahu latar waktu yang section atau paragraf tertentu, tanpa diberitahu secara gamblang.

            Saya baru tahu di buku ini kalau beliau memutuskan membuat buku dengan dua tokoh utama protagonis.  Hebatnya lagi, saya merasa penokohan dua orang ini tidak overlapping dan tidak membias, keduanya memiliki porsi yang sama dalam penceritaan.  Terutama ketika keduanya sedang tidak berada dalam latar yang sama, Sheldon memastikan bahwa pandangan pembaca tidak hanya terfokus pada satu tokoh saja, namun keduanya.

            Topik dalam buku ini unik, karena menurut saya ini adalah topik yang lazim terjadi dalam kehidupan sehari-hari manusia dan sering diremehkan.  Namun, jika didalami (utamanya secara sains) sebetulnya hal ini terbilang cukup rumit.  Saya sangat mengapresiasi Sidney Sheldon yang sudah memasukkan banyak fakta-fakta esensial dan kredibel mengenai topik ini dalam tulisannya.  Terlebih lagi, ide tentang menggunakan topik ini untuk kepentingan perang.  Saya jujur kurang mengikuti hal-hal berbau sains, namun ide ini sepertinya sangat masuk akal dan mungkin saja bisa terjadi dalam kehidupan nyata.  Sebenarnya, apa sih ‘topik ini’?  Spoilers ahead, akan ditulis di akhir postingan.

            Sekilas sinopsis mengenai buku ini: Diana dan Kelly tahu bahwa kematian suami mereka adalah bagian dari sebuah teori konspirasi.  Kedua wanita ini harus bekerja sama melawan sebuah institusi kenamaan dunia untuk mengungkap kebenaran dibalik kematian suami mereka.  Sepanjang cerita, buku ini benar-benar menekankan bahwa manusia itu adalah mahluk dengan keterbatasan.  Ada beberapa peristiwa yang tidak akan berlangsung apabila tidak ada campur tangan ‘keberuntungan’ di dalamnya.  Di sisi lain, pembaca juga disadarkan bahwa selalu ada cacat dalam perbuatan manusia yang bisa digunakan untuk mengambil keuntungan.  Tentunya, hal ini dengan cara memutar otak ketika hal yang dihadapi terkesan sangat sempurna.  Nothing is perfect, what exist is something that is imperfectly perfect.

            Kedua tokoh utamanya adalah janda, dan benar bahwa mereka dijelaskan sebagai dua makhluk yang lemah secara fisik.  But here is the greatest part, Sheldon membuat keduanya memiliki otak yang brilian.  Mereka bukan seseorang yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan sains atau hal-hal otak kiri, namun mereka bisa memutar otak untuk menemukan jalan keluar dan menyelesaikan masalah.  Diana adalah seorang pelukis, dan Kelly adalah seorang model.  Keduanya cerdik, dan terkadang konflik batin yang mereka rasakan ketika sedang ‘beraksi’ justru adalah kesenangan bagi para pembaca.  Walau mereka cerdas, mereka juga manusia yang bisa merasakan berbagai macam emosi.  Posisi mereka sebagai janda yang rindu membalaskan dendam jelas menambah unsur kemanusiaan dalam petualangan mereka. 

            Ini beneran bukan bohong, tapi saya ikut sedih ketika mereka breakdown karena terlalu rindu ingin bertemu dengan suami mereka yang sudah meninggal.... Padahal saya juga belum menikah.  Mungkin ini yang dinamakan simpati antarperempuan?

            Saya juga suka bagaimana Sheldon menulis bahwa keduanya menggunakan berbagai macam cara untuk kabur dan menyelesaikan masalah, namun menulis bahwa penggunaan tubuh mereka sebagai wanita alias sex appeal hanyalah sebuah aksi yang dilakukan sebagai last resort dan di waktu yang tepat.  Spoiler ahead, that moment when one of them poured a boiling soup over the enemy’s p*nis and killing the bad guy right when he’s getting closer to rape them is such a badass moves.

            Sidney Sheldon pandai melakukan tarik-ulur dengan pembaca.  Nothing is as alluring as falling into the enemy’s trap more than twice, right?  Saya juga suka bahwa beliau menyelipkan sebuah misteri yang memang ditakdirkan untuk tetap menjadi misteri.  Apa benar ia sembuh?  Apakah itu hanya sesaat?  Apakah selama ini hal tersebut hanyalah kebohongan belaka?  Apakah itu sebuah mukjizat?

Rating? 10 out of 10, would definitely read it again and again and wouldn’t get sick of it.

Mau baca juga? Pdf download





















Topic: Weather.

Komentar

Popular Posts