Saya Harus Mengakui, Kuliah Daring Membuat Saya Kehilangan Rasa Simpatik


 Dari dulu sudah banyak sih yang bilang kalau kuliah itu bak bertahan hidup dalam hutan rimba; it's all about surviving the woods.  Bertahan hidup bukan secara harfiah, tapi lebih ke menyelesaikan kuliah dan skripsi dengan lancar.

Bedanya dari hutan rimba yang asli, ini bukan soal siapa yang menindas siapa, atau siapa yang lebih berkuasa.  Dalam hutan perkuliahan ini, ego adalah komoditas utama.  Sedangkan bahaya-bahaya yang mengintai di tempat ini; alih-alih binatang buas dan kondisi alam, mereka berbentuk sindiran dan teguran dari para dosen, mahasiswa, dan orang lain.

Iya, tahu kok kalau kalian pasti mengelak dengan bilang "Kuliah itu bukan perlombaan!  Kuliah itu jalan hidup masing-masing orang yang dilalui dengan unik!"  Honey, you can't deny that it is at some point, a competition.  Ada rasa was-was dan iri yang mengiringi ketika melihat teman-teman lain sudah jauh di depanmu.  Kecuali kalian orang yang sangat santuy, mungkin kasus ini tidak berlaku bagi kalian.

Di jurusan saya, tidak sedikit kakak tingkat yang masih berjuang menempuh mata kuliah di angkatan saya.  Tentu ada banyak faktor mengenai kenapa seorang kakak tingkat bisa mengambil kelas yang sama dengan adik tingkatnya; sengaja tidak ambil kelas tersebut, cuti kuliah, memang nilainya tidak mencukupi, dll.  Saya awalnya memang tidak tahu alasan senior-senior saya masih ketinggalan; saya tidak tahu dan tidak mau tahu.  Tapi fakta bahwa mereka jadi 'selevel' sama saya (utamanya di masa kuliah daring ini) cukup membuat saya kehilangan hati nurani untuk bertoleransi.

Seperti yang saya bilang di awal, kuliah memang suatu perang individu, tapi masih banyak dosen yang suka membuat tugas kelompok dan akhirnya perang itu tidak lagi menjadi terlalu individu.  Ada poin negatif dan positifnya, tapi jujur saya pribadi lebih suka bekerja sendiri karena mengandalkan orang lain itu susah.  Saya sering satu kelompok dengan senior yang tidak memiliki common sense sama sekali.

Bayangkan.... beberapa dari mereka masih tidak bisa meulis di- yang dipisah dan di- yang digabung.  Ada yang menyerahkan tugas tapi tidak sesuai dengan ketentuan notulen hasil rapat.  Ada yang hanya mengulang ide/perkataan orang lain alih-alih mengusulkan ide segar atau masukan bermanfaat.

Dengan minimnya integritas mereka, saya sempat ingin mengumpat "Ya pantes kamu ga lulus-lulus!" But then mungkin setiap orang memang memiliki kisah dan kesulitannya masing-masing.  Iya, saya nggak pantas mengejek mereka begitu karena toh walaupun mereka masih mengulang kelas, mereka sudah ada yang memiliki usaha, sudah ada yang bekerja, sudah ada yang mau menikah.  Cuma... kalau di kelas dan kalau kerja kelompok mbok ya kerjakan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab dong.  Karena kalau diri sendiri tidak bekerja maksimal, anggota kelompok yang lain juga kena getahnya.

Makanya, saya sadar besar perbedaan utama kuliah daring dan luring ini sangat besar.  Kalau bertemu secara nyata, saya biasanya menegur anggota kelompok yang kerjanya kurang bener secara langsung.  Selain agar tugasnya selesai dengan apik, saya juga mau mereka belajar dari pengalaman agar tidak mengulang hal yang sama; tidak peduli saya sekelompok dengan mereka atau tidak.

Sekarang, saya menegur semata karena ingin tugas selesai dengan baik sehingga nilai yang didapat baik pula.  Kenapa?  Karena sekarang semua dosen memberi nilai dari tugas, jadi setiap tugas harus dikerjakan sebaik mungkin.  Apakah ada rasa menegur karena peduli pada pribadi orang tersebut?  Sayangnya, rasa tersebut hilang.

Salah?  Di satu sisi, hal ini salah karena kalau dipikir-pikir, saya merasa diri saya sendiri kejam dan egois.  Tapi di satu sisi, berhubungan secara daring dengan semua orang sudah cukup membuat saya kelelahan, utamanya karena saya seorang social introvert dan bukan orang yang selalu standby dengan alat komunikasi setiap saat.  I couldn't care less.

Satu hal lagi yang saya sadari?  I only care for myself, and I admit this.

Dulu kalau sedang kuliah di kelas, kalau dosen sedang bertanya atau meminta pendapat tapi tidak ada yang bersuara, saya akan selalu berusaha mencairkan suasana dan menjadi orang yang pertama bersuara, karena saya tidak suka dengan keheningan dan awkwardness yang muncul di dalam kelas.  Saya juga tidak ingin dosen merasa down atau kecewa dengan kelas yang hening.

Kini di kuliah daring, saya bersuara ya karena saya memiliki opini dan pertanyaan.  Saya terlalu malas untuk membantu mencairkan suasana, atau membantu teman agar bisa berani mengutaraakan pendapat.  Asal saya sudah melakukan bagian saya, ya sudah.  Karena ya seharusnya keaktifan mahasiswa itu menjadi tanggung jawab masing-masing kan?

I am turning into someone with less affection toward my colleagues.  I blame this on a lot of things; be it the online learning system, my incompetence of taking good care of my own mental well-being, and those people's own incompetence on being a good teammate. 
So, does this means college is still everyone's individual fight?  Yes, it is.  At times we have to tolerate others in other to survive.  But as long as I did well on my own, I should be fine.

You're reading the writings written by a sober version of mine.  I, do too, wish I stopped being such a douche bag and return to my old self.


Komentar

Popular Posts